NAMA :
Nabila Subiyanto
UNIVERSITAS: Universitas
Gunadarma
DOSEN : Ahmad
Nasher S.I.Kom., M.M.
Analisis demografi memberi sumbangan yang sangat besar,
baik kualitatif maupun kuantitatif pada kebijakan kependudukan. Dinamika
kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran (fertilitas), kematian
(mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi) terhadap perubahan-perubahan
dalam jumlah, komposisi dan pertumbuhan penduduk. Perubahan-perubahan unsur
demografi tersebut pada gilirannya mempengaruhi perubahan dalam berbagai bidang
pembangunan secara langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya perubahan-perubahan
yang terjadi di berbagai bidang pembangunan akan mempengaruhi dinamika
kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, khususnya untuk migrasi.
Tjiptoherijanto (2000) menyatakan bahwa migrasi penduduk
merupakan kejadian yang mudah dijelaskan dan tampak nyata dalam kehidupan
sehari-hari, namun pada prakteknya sangat sulit untuk mengukur dan menentukan
ukuran bagi migrasi itu sendiri. Hal ini disebabkan karena hubungan antar
migrasi dan proses pembangunan yang terjadi dalam suatu Negara/daerah saling
mengkait. Umumnya migrasi penduduk mengarah pada wilayah yang “subur”
pembangunan ekonominya, karena faktor ekonomi sangat kental mempengaruhi orang
untuk pindah. Hal ini dipertegas lagi oleh Tommy Firman (1994), bahwa migrasi
sebenarnya merupakan suatu reaksi atas kesempatan ekonomi pada suatu wilayah
pola migrasi di Negara-negara yang telah berkembang biasanya sangat rumit
(kompleks) menggambarkan kesempatan ekonomi yang labih seimbang dan
saling ketergantungan antar wilayah di dalamnya. Sebaliknya, di Negara-negara
berkembang biasanya pola migrasi menunjukkan suatu polarisasi, yaitu pemusatan
arus migrasi ke daerah-daerah tertentu saja, khusunya kota-kota besar. Migrasi
ini juga merefleksikan keseimbanganaliran sumber daya manusia dari suatu
wilayah ke wilayah lainnya.
Tinjauan migrasi secara
regional sangat penting dilakukan terutama terkait dengan kepadatan dan
distribusi penduduk yang tidak merata, adanya factor-faktor pendorong penarik
bagi penduduk untuk melakukan migrasi, kelancaran sarana transportasi antar
wilayah, dan pembangunan wilayah dalam kaitannya dengan desentralisasi
pembangunan.
Mencermati berbagai kajian dan
penelitian tentang migrasi, termausk migrasi Internasional, salah satu kesan
yang menonjol adalah kentalnya focus pada event yang teramati dan terukur.
Maksudnya, kajian migrasi terlalu banyak mengaitkan variable yang teramati
(observable), khususnya variable-variabel social ekonomi, untuk menjelaskan
berbagai hal yang terkait dengan migrasi, yang memang diyakini memiliki dimensi
yang kompleks. Akhir-akhir ini ada kekhawatiran bahwa kecenderungan ini akan
menyebabkan pendangkalan sekaligus penciutan kajian penciutan kajian migrasi
meskipun diupayakan untuk melebarkan konteksnya. Dalam kajian migrasi
internasional, misalnya, permasalahan sering hanya terfokus pada kaitan antara
besarnya ketersediaan tenaga kerja dan peluang kerja di luar negeri. Atau,
besarnya daya dorong dan daya tarik sebagai penyebab arus migrasi meruoakan
penjelas paling tepat dalam menganalisis proses migrasi. Dengan kata lain,
orang pergi migrasi ke luar negeri terbatas sebagai respons terhadap stimulus
yang ada.
Pandangan ini tidak keliru,
tetapi dapat menjebaknya ke dalam kognitive drones. Mengapa? Di sini manusia
tidak di pandang sebagai makhluk yang memiliki latar belakang social dan budaya
dan tidak hidup dalam konteks waktu dan tempat tertentu. Migran kurang di
perhatikan sebagai individu dan anggota kelompok sosial. Akibatnya, migran
sering harus menanggung beban dan menjadi korban atas proses itu, meskipun
mereka juga menikmati hasilnya. Gejala ini juga diyakini menyebabkan
terpisahnya penelitian migrasi dengan perkembangan teori-teori sosial, padahal
migrasi merupakan salah satu gejala sosial yang sangat tua tidak mungkin
terlepas dari perkembangan sosial, politik, dan ekonomi pada umumnya (lihat
Robinson & Carey, 2000).
Dalam teori terdapat berbagai pendapat dari para ahli , yaitu:
- Menurut Knox & Pinc (2000) zamam modern perubahan migrasi yaitu meningkatnya jumlah penduduk dari suatu daerah, meningkatnya kepadatan penduduk dan dalam waktu yang sama meningkatkan juga perbedaan dan stratafikasi sosial penduduk.
- Menurut Vago (1999) melalui teori ini perubahan sosial berkait rapat dengan perubahan dimensi diperingkat lokal, wilayah dan global yang di dukung dengan perubahan tenologi. Ruang lingkup evoluasi perubahan sosial termasuklah dalam aspek perubahan manusia, stratifikasi sosial, pendidikan dan ekonomi. Dampak kepada evoluasi perubahan sosial itu ia memberi kesan kepada corak, struktur dan organisasi sosial masyarakat. Ini bemakna kesan proses urbanisasi tadi membentuk identitas baru masyarakat secara evoluasi sama ada dalam jangka masa pendek atau jangka masa panting.
- Menurut E.G.Ravenstein (2001) arus dan arus balik, artinya setiap arus migrasi utama menimbulkan arus balik penggantiannya perbedaan antara desa dan kota mengenai kecenderungan melakukan imigrasi. Wanita melakukan migrasi pada jarak dekat dibandingkan pria. Teknologi dan Imigrasi, artinya bahwa teknologi menyebabkan migrasi meningkat motif ekonomi merupakan dorongan utama orang melakukan migrasi.
Sejarah Singkat Migrasi Indonesia
Sejarah migrasi
Indonesia hanya dapat dijelaskan dengan memahami sejarah perkembangan
masyarakat secara ekonomi politik. Hal ini mengingat praktek migrasi yang telah
dimulai sejak ribuan tahun lalu di sebuah negeri kepulauan besar yang disebut
Nusantara (sekarang Indonesia) tidak terlepas dan menjadi bagian dari
perkembangan masyarakat. Sama pentingnya dengan upaya untuk memahami
dasar-dasar obyektif (nyata) yang menjadi latar belakang dan motif pokok
terjadinya migrasi di samping aspek lain yang sifatnya sekunder. Seperti
misalnya migrasi awal dalam sejarah Indonesia ditandai dengan kedatangan suku
bangsa asing yang membawa dan memperkenalkan sebuah sistem ekonomi baru yang
didasarkan pada hubungan kepemilikan budak. Dan inilah satu masa yang menjadi
titik mula diawalinya praktek penindasan satu klas terhadap klas yang lain, di
mana satu suku bangsa menjadi klas tuan budak dan kelas yang lain dipaksa
menjadi budak. Dalam perkembangannya kemudian, kedatangan para pedagang yang
memiliki latar belakang Islam baik dari Gujarat, India maupun Cina telah
menimbulkan pertentangan dengan tuan-tuan budak sebagai penguasa sebelumnya
yang berlatar belakang Hindu dan Budha. Semakin berkembangnya perdagangan dan
masuknya Islam ke Nusantara menandai peralihan ke zaman Feodalisme, ditandai
dengan berkembangnya pertanian dan lahirnya kaum tani.
Kedatangan
kolonialisme asing khususnya Belanda telah membawa beberapa perubahan dalam sendi
feodalisme, namun tidak menghancurkannya secara keseluruhan, tetapi justru
menjadikannya basis atau dasar susunan ekonomi kolonial. Kolonialisme
bekerjasama dengan kekuatan feodal lokal menjalankan penindasan yang paling
keji dan vulgar terhadap rakyat Indonesia, dan pada masa tersebut kebijakan dan
praktek migrasi benar-benar sepenuhnya melayani kepentingan ekonomi politik
penguasa kolonial. Berakhirnya kolonialisme langsung pada tahun 1945 tidak
menjadikan Indonesia sebagai negeri yang sama sekali bebas dari kolonialisme.
Hasil-hasil perjuangan rakyat pada periode revolusi kemerdekaan 1945 – 1950
telah dirampas kembali dengan ditandatanganinya KMB dan meletakkan Indonesia
kembali dalam dominasi asing khususnya Amerika Serikat (AS). Naiknya Soeharto
sebagai presiden melalui kudeta berdarah 1965 dengan didukung AS, semakin
memperkuat dominasi asing di Indonesia. Selama 30 tahun lebih masa kekuasaan
Soeharto, praktek migrasi semakin berkembang luas. Transmigrasi dan migrasi ke
luar negeri telah dijadikan paket kebijakan andalan untuk mobilisasi
(pengerahan) tenaga kerja murah dan sumber pendapatan negara non migas serta
bertujuan mengurangi frustasi di kalangan penguasa yang semakin terbukti tidak
memiliki kemampuan memecahkan masalah pengangguran.
- PRA KOLONIAL
Sejarah Indonesia
sebelum masuknya kolonialisme asing terutama Eropa, adalah sejarah migrasi yang
memiliki karakter atau sifat utama berupa perang dan penaklukan satu suku
bangsa atau bangsa terhadap suku bangsa atau bangsa lainnya. Pada periode yang
kita kenal sebagai zaman pra sejarah, maka dapat diketemukan bahwa wilayah yang
saat ini kita sebut sebagai Indonesia, telah menjadi tujuan migrasi suku bangsa
yang berasal dari wilayah lain. 2000 atau 3000 sebelum Masehi, suku bangsa Mohn
Kmer dari daratan Tiongkok bermigrasi di Indonesia karena terdesaknya posisi
mereka akibat berkecamuknya perang antar suku. Kedatangan mereka dalam rangka
mendapatkan wilayah baru, dan hal tersebut berarti mereka harus menaklukan suku
bangsa lain yang telah berdiam lebih dulu di Indonesia. Karena mereka memiliki
tingkat kebudayaan yang lebih tinggi berupa alat kerja dan perkakas produksi
serta perang yang lebih maju, maka upaya penaklukan berjalan dengan lancar.
Selain menguasai wilayah baru, mereka juga menjadikan suku bangsa yang
dikalahkannya sebagai budak.
Pada
perkembangannya, bangsa-bangsa lain yang lebih maju peradabannya, datang ke
Indonesia, mula-mula sebagai tempat persinggahan dalam perjalanan dagang
mereka, dan kemudian berkembang menjadi upaya yang lebih terorganisasi untuk
penguasaan wilayah, hasil bumi maupun jalur perdagangan. Seperti misalnya
kedatangan suku bangsa Dravida dari daratan India -yang sedang mengalami puncak
kejayaan masa perbudakan di negeri asalnya- , berhasil mendirikan kekuasaan di
beberapa tempat seperti Sumatra dan Kalimantan. Mereka memperkenalkan
pengorganisasian kekuasaan dan politik secara lebih terpusat dalam bentuk
berdirinya kerajaan kerajaan Hindu dan Budha. Berdirinya kerajaan-kerajaan
tersebut juga menandai zaman keemasan dari masa kepemilikan budak di Nusantara
yang puncaknya terjadi pada periode kekuasaan kerajaan Majapahit. Seiring
dengan perkembangan perdagangan, maka juga terjadi emigrasi dari para saudagar
dan pedagang dari daratan Arab yang kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan Islam
baru di daerah pesisir pantai untuk melakukan penguasaan atas bandar-bandar
perdagangan. Berdirinya kerajaan Islam telah mendesak kerajaan-kerajaan Hindu
dan Budha ke daerah pedalaman, dan mulai memperkenalkan sistem bercocok tanam
atau pertanian yang lebih maju dari sebelumnya berupa pembangunan irigasi dan
perbaikan teknik pertanian, menandai mulai berkembangnya zaman feudalisme.
Pendatang dari Cina juga banyak berdatangan terutama dengan maksud
mengembangkan perdagangan seperti misalnya ekspedisi kapal dagang Cina di bawah
pimpinan Laksamana Ceng Hong yang mendarat di Semarang. Pada masa ini juga
sudah berlangsung migrasi orang-orang Jawa ke semenanjung Malaya yang singgah
di Malaysia dan Singapura untuk bekerja sementara waktu guna mengumpulkan uang
agar bisa melanjutkan perjalanan ke Mekah dalam rangka ziarah agama. Demikian
juga orang-orang di pulau Sangir Talaud yang bermigrasi ke Mindano (Pilipina
Selatan) karena letaknya yang sangat dekat secara geografis.
Dari catatan
sejarah yang sangat ringkas tersebut, maka kita dapat menemukan beberapa ciri
dari gerakan migrasi awal yang berlangsung di masa-masa tersebut. Pertama,
wilayah Nusantara menjadi tujuan migrasi besar-besaran dari berbagai suku
bangsa lain di luar wilayah nusantara. Sekalipun pada saat itu belum dikenal
batas-batas negara, tetapi sudah terdapat migrasi yang bersifat internasional
mengingat suku-suku bangsa pendatang berasal dari daerah yang sangat jauh
letaknya. Kedua, motif atau alasan terjadinya migrasi pertama-tama adalah
ekonomi (pencarian wilayah baru untuk tinggal dan hidup, penguasaan
sumber-sumber ekonomi dan jalur perdagangan) dan realisasi hal tersebut
menuntut adanya kekuasaan politik dan penyebaran kebudayaan pendukung. Ketiga,
proses migrasi tersebut ditandai dengan berlangsungnya perang dan penaklukan,
cara-cara yang paling vulgar dalam sejarah umat manusia. Keempat, migrasi juga
telah mendorong perkembangan sistem yang lebih maju dari masa sebelumnya
seperti pengenalan organisasi kekuasaan yang menjadi cikal bakal negara (state)
dan juga sistem pertanian.
- PERIODE KOLONIAL
Pada masa
kolonialisme, proses migrasi yang berlangsung sepenuhnya di kontrol oleh
kebijakan dan kekuasaan kolonial. Sebagai contoh, pada masa awal kolonialisme,
VOC banyak mendatangkan orang-orang dari Cina untuk menjadi pembantu
perdagangan maupun mengelola pertanian di Batavia dan gelombang kedatangan
mereka telah membentuk perkampungan Cina di Batavia. Pada perkembangan
berikutnya, jumlah orang Cina yang bermigrasi ke Indonesia mengalami peningkatan
pesat ketika dibukanya perkebunan-perkebunan asing baik di Jawa maupun Sumatra
Timur pada akhir tahun 1900 an di mana sebagian besar dari mereka dijadikan
buruh perkebunan. Demikian juga pada abad 18 dan 19, kolonialisme Belanda
melakukan ekspor manusia dari Manggarai NTT ke negara-negara Eropa sebagai
budak.
Pada masa itu,
orang Jawa menjadi sasaran utama dari kebijakan migrasi kolonialisme Belanda.
Setelah berakhirnya perang Jawa (1825-1830), pemerintah kolonial Belanda
berkepentingan untuk membuka sumber-sumber ekonomi di luar Jawa, termasuk dalam
rangka mengembangkan kekuasaannya secara lebih besar di pulau-pulau besar
seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan untuk mengantisipasi persaingan dengan
negara-negara kolonial lainnya. Atas dasar itulah, maka orang Jawa banyak
dikirim ke luar Jawa untuk diperkerjakan di tempat-tempat yang kaya dengan
sumber alam. Pada kurun waktu yang hampir sama, orang Jawa dan Sumatra juga
semakin banyak yang migrasi ke Semenanjung Malaya (sekarang Malaysia dan
Singapura) mengingat kolonialisme Inggris yang berkuasa memang sengaja membuka
selebar-lebarnya arus migrasi dari Sumatra dan Jawa, pertama-tama untuk
mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja sebagai akibat masih sedikitnya
populasi manusia di kedua negara tersebut.
Bahkan pada akhir
abad ke 19, dengan dibukanya perkebunan-perkebunan baru di Sumatra Timur,
pemerintah kolonial Belanda mengirim ribuan orang Jawa ke Sumatra untuk
diperkerjakan sebagai buruh di perkebunan seperti perkebunan tembakau maupun
juga pabrik gula. Ekspor orang Jawa ternyata tidak hanya ke Sumatra Timur
tetapi juga ke Suriname, Kaledonia Baru dan juga Vietnam. Pemerintah kolonial
Belanda menutupi praktek ekspor manusia ini dengan bungkus program Politik Etis
atau Balas Budi yang mereka sebarluaskan akan meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia. Perluasan perkebunan yang sangat cepat, dan berdirinya pabrik
pengolahan hasil perkebunan, telah menyebabkan meningkatnya kebutuhan tenaga
kerja. Jumlah buruh perkebunan dari Jawa ternyata belum mencukupi sehingga
pemerintah kolonial Belanda pada saat yang bersamaan juga mendatangkan tenaga
kerja dari Cina. Kehidupan buruh perkebunan sangatlah berat dan menderita
disebabkan oleh rendahnya upah dan buruknya kondisi kerja. Bahkan seringkali
mereka tidak dibayar karena uang gaji mereka dirampas oleh para mandor, dan
kekurangan bahan makanan dan pakaian menjadi pemandangan umum yang dapat
dilihat di perkebunan-perkebunan masa itu. Para buruh yang tidak tahan atas
beratnya penderitaan banyak yang melarikan diri, namun kemudian mereka akan
mendapatkan siksaan yang berat ketika berhasil ditemukan atau ditangkap. Hal
ini menjadi legal karena pemerintah kolonial Belanda menerbitkan Koelie
Ordonantie yang memberikan hak secara legal kepada para pemilik perkebunan untuk
memberikan hukuman kepada para buruhnya yang membangkang atau melawan.
Perempuan Jawa dan Cina pada waktu itu juga banyak yang diperdagangkan, dipaksa
menjadi pelacur di wilayah perkebunan dan ada yang menjadi wanita simpanan para
mandor dan pegawai perkebunan yang berkebangsaan Belanda. Pemerintah kolonial
juga menggunakan migrasi sebagai jalan keluar untuk menyalurkan keresahan
sosial sebagai akibat dari penghisapan ekonomi dan tekanan penduduk di banyak
daerah pedesaan di Jawa dengan cara memindahkan mereka ke pulau-pulau luar
Jawa.
Catatan penting
pada masa kolonial bahwa migrasi yang berlangsung pada waktu itu sepenuhnya
didominasi oleh kebijakan kolonial yang diabdikan untuk kepentingan negeri
kolonial. Terutama dalam hal pengerahan atau mobilisasi tenaga kerja murah ke
tempat-tempat di mana sumber keuntungan kolonial berada, dan pada saat yang
bersamaan telah membawa jutaan manusia dari berbagai asal usul etnis dan bangsa
ke dalam situasi penderitaan yang sangat berat.
- PASCA KOLONIAL – SEKARANG
Sekalipun
Indonesia telah menjadi sebuah negeri merdeka dan berdiri sendiri semenjak 17
Agustus 1945, namun keadaan ekonomi, politik dan kebudayaan tidak mengalami
perubahan secara mendasar. Pada kenyataannya, ekonomi Indonesia masih tetap di
bawah dominasi ekonomi kolonial sekalipun tidak secara langsung. Imperialisme
(kapitalisme monopoli asing) khususnya Amerika Serikat masih menjadi pihak yang
mendominasi Indonesia dalam berbagai aspek khususnya ekonomi. Pada masa
Soeharto, Indonesia menjadi sasaran empuk imperialisme asing (AS, Inggris,
Jepang) sehingga posisinya tidak lebih sebagai penyedia bahan mentah karena
kekayaan alamnya, sumber buruh murah sekaligus pasar yang menggiurkan mengingat
penduduknya yang melimpah.
Dampaknya,
ekonomi Indonesia tidak berkembang ke arah yang lebih maju dan tidak memiliki
dasar-dasar untuk memberikan jaminan bagi kesejahteraan rakyatnya. Karena
pembangunan Indonesia sangat tergantung pada modal asing baik berupa bantuan
maupun hutang, dan pada saat yang bersamaan sumber kekayaan alam dikuasai
perusahaan asing, maka tidak pernah ada upaya untuk membangun industri nasional
yang kuat. Negara-negara industri maju tidak pernah mengijinkan tumbuhnya
industri yang kuat di Indonesia. Hal itu akan membuat mereka memiliki pesaing dari
dalam negeri dan barang-barang produksi mereka tidak akan laku karena Indonesia
bisa memproduksi sendiri. Akibatnya kemudian adalah sedikitnya jumlah pabrik
yang didirikan dan ini membuat ketidaksanggupan sektor industri membuka
lapangan pekerjaan dan menyerap angkatan kerja yang sangat melimpah. Inilah
yang membuat mengapa tingkat pengangguran di Indonesia selalu berada di angka
yang sangat tinggi. Demikian pula pembangunan pabrik-pabrik hanya terpusat di
beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan
Makasar sehingga mengakibatkan munculnya pola migrasi pertama yang sering
dikenal dengan urbanisasi. Laju urbanisasi bertambah parah ketika pengangguran
di pedesaan menggelembung dan menjadi tidak terkendali. Namun karena meningkatnya
laju urbanisasi tidak disertai dengan kemampuan kota menyerap tenaga kerja maka
pengangguran semakin tidak terpecahkan.
Sementara
pengusaha-pengusaha besar dalam negeri maupun juga asing semakin aktif dan
agresif untuk membuka usaha ekonomi di luar Jawa yang kaya dengan sumber alam
dan memiliki jutaan hektar tanah yang masih belum produktif. Maka banyak
perusahaan besar tersebut dengan bantuan negara membuka perkebunan-perkebunan
besar di luar Jawa terutama untuk ditanami tanaman komoditi ekspor seperti
Sawit, Karet, Kakao dan sebagainya. Perkembangan tersebut seperti juga yang
terjadi di masa kolonial, telah meningkatkan kebutuhan akan tenaga kerja. Hal
inilah yang telah mendorong pemerintah atas persekongkolan dengan para
pengusaha, meluncurkan program transmigrasi dengan alasan kepadatan penduduk,
tetapi sebenarnya adalah upaya memobilisasi tenaga kerja murah dari Jawa untuk
membuka hutan di luar jawa agar dapat digunakan sebagai perkebunan oleh para
pengusaha. Dan kemudian dibungkus dan ditutup-tutupi dengan skema atau pola
kemitraan antara pengusaha dan petani seperti pola Inti dan Plasma.
Keterbelakangan
ekonomi juga terjadi di pedesaan yang merupakan tempat di mana mayoritas rakyat
Indonesia berada. Pengangguran juga meluas di pedesaan sebagai akibat sempitnya
lapangan pekerjaan. Di desa yang menumpukkan ekonominya pada pertanian,
mayoritas kaum tani adalah kaum tani yang tidak bertanah. Kalaupun ada yang
memiliki tanah, maka dalam jumlah yang sangat terbatas sehingga hasilnya tidak
mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Keadaan ini terjadi karena tanah-tanah
yang ada di desa rata-rata dikuasai oleh tuan tanah besar, tani kaya dan orang
kaya desa lainnya. Sehingga sedikit sekali kaum tani yang dapat memanfaatkan
tanah bagi kehidupan mereka. Inilah yang menyebabkan kenapa kemiskinan begitu
luas di pedesaan. Program land reform yang sangat penting bagi kaum tani sampai
sekarang belum pernah dijalankan. Kemiskinan di pedesaan inilah yang menjadi
salah satu sebab utama mengapa banyak penduduk desa terutama yang berusia muda
melakukan migrasi baik ke kota-kota besar bahkan migrasi internasional ke
negeri-negeri lain sebagai buruh migran.
Pada masa
pemerintahan Soeharto, laju migrasi internasional meningkat pesat. Artinya,
semakin banyak orang terutama perempuan dan berasal dari keluarga tani miskin
di desa yang menjadi buruh migran di negeri lain seperti Malaysia, Arab Saudi,
Kuwait, Singapura, Taiwan, Hongkong, Jepang, Korea dan sebagainya. Pada
prakteknya, para buruh migran mengalami penderitaan dan penindasan semenjak
direkrut oleh calo, penyalur atau agen, saat berada di penampungan, selama
bekerja di luar negeri dan sesampainya kembali di Indonesia. Masih berlakunya
ekonomi kolonial di Indonesia telah membuat angkatan kerja yang ada memiliki
tingkat pendidikan dan kecakapan yang sangat rendah. Dengan keadaan seperti
itu, maka bisa dipastikan bahwa sebagian besar buruh migran Indonesia hanya
mengisi jenis pekerjaan dengan tingkat ketrampilan rendah dan upah yang sangat
murah seperti misalnya pembantu rumah tangga. Pemerintah yang telah menjadi
frustasi karena tidak mampu memecahkan masalah pengangguran lantas menjadikan
ekspor manusia sebagai andalan. Pemerintah beranggapan bahwa buruh migran
menjadi salah satu pemecahan masalah penyediaan lapangan pekerjaan dan pada
saat yang sama peningkatan pendapatan negara. Sesungguhnya mengapa pemerintah
sangat bersemangat menggalakkan ekspor buruh migran, salah satunya karena
merupakan ladang emas bagi para aparatusnya yang korup.
Sebagai akibat
berlakunya ekonomi kolonial, maka terjadi perkembangan ekonomi yang tidak
merata : antara desa dengan kota, antar daerah dalam satu propinsi, antar
propinsi, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa. Di daerah-daerah yang
ekonominya lebih terbelakang terdapat surplus (jumlah berlebih) tenaga kerja
yang lebih besar dan tingkat pengangguran yang lebih tinggi. Hal ini mendorong
penduduk untuk melakukan migrasi guna mencari pekerjaan termasuk dengan bekerja
di luar negeri, baik secara resmi maupun tidak resmi. NTT, NTB, dan Kalbar
menjadi contoh konkret dari keadaan tersebut, di mana dengan tingkat
perkembangan ekonomi yang sangat lambat, ketiga propinsi tersebut menjadi
penyumbang besar bagi buruh migran yang bekerja di luar negeri.
Dengan demikian
menjadi jelas bahwa paska kolonial sekalipun, tidak terdapat apa yang disebut
sebagai migrasi sukarela (voluntary migration). Penduduk melakukan migrasi
internasional karena mereka adalah angkatan kerja yang terlantar sehingga tidak
memiliki kesempatan terlibat dalam proses produksi. Pengangguran dan kemiskinan
yang merupakan ciri utama dari negeri yang didominasi oleh ekonomi kolonial dan
sisa-sisa feudalisme yang meluas di pedesaan, merupakan sebab-sebab utama dari
terjadinya migrasi.
Perpindahan penduduk yang berlangsung dalam masyarakat
ada dua macam sebagai berikut :
-Perpindahan vertikal, yaitu
pindahnya status manusia dari kelas rendah ke kelas menengah, dari pangkat yang
rendah ke pangkat yang lebih tinggi, atau sebaliknya.
-Perpindahan horizontal, yaitu
perpindahan secara ruang atau secara geografis dari suatu tempat ke tempat yang
lain. Peristiwa inilah yang sering disebut dengan migrasi, meskipun tidak
setiap gerak horizontal disebut migrasi.
Fenomena migrasi merupakan salah satu dari mobilitas
penduduk yang tidak dapat dilepaskan dari proses perubahan menyeluruh dari
kehidupan ekonomi global. Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan
untuk menetap dari satu tempat ketempat lain melampaui batas politik atau batas
negara lain.
Pada tataran yang lebih makro aktivitas ini sesungguhnya
berada dalam satu frame dengan peta perubahan hubungan global, baik dalam
bidang ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Oleh karena itu, paling kurang
terjadi dua hal yang penting untuk menjelaskan mengapa aktivitas ini makin
berkembang dalam skala yang sulit untuk diprediksi. Pertama, secara teoritis
aktivitas ini sering kali dikaitkan dengan suatu bentuk perubahan dalam
struktur sosial, yaitu suatu aktivitas yang mencoba menghubungkan antara
aktivitas migrasi atau distribusi sumber daya sosial (social resources).
Kedua, bahwa aktivitas ini juga sering dikaitkan dengan suatu proses relasional
dalam suatu proses pembangunan dengan elemen-elemen sosial dan
kelompok-kelompok sosial yang ada dalam suatu komunitas.
Lebih spesifik lagi, pada mulanya aktivitas ini dianggap
sebagai suatu proses kolonialisasi, baik yang dilakukan untuk kepentingan
ekonomi maupun politik. Selain itu ada dua dimensi penting dalam penelahan
migrasi ini yaitu dimensi waktu dan dimensi daerah. Untuk dimensi waktu menurut
BPS batasannya adalah menetap selama 6 bulan didaerah migran tersebut.
Sedangkan untuk dimensi daerah batasannya unit wilayah dibagi dalam beberapa
provinsi menurut BPS. Migrasi ini juga dijadikan salah satu alternatif
pemerintah dalam pemerataan jumlah penduduk dan mengurangi angka pengangguran.
Terbukti dengan peningkatan jumlah migran dari tahun ketahun yang sangat
spektakuler. Dalam konteks yang lebih luas, meningkatnya arus migrasi dapat
mempengaruhi terjadinya perubahan komposisi penduduk di daerah yang terkait dan
juga mempengaruhi pola komunikasi baik individu maupun kolektif dalam komunitas
yang berbeda. Ini berarti dalam intensitas yang tinggi migarsi dapat memberikan
pengaruh modernisasi pada daerah tujuan migrasi. Sehingga mendorong percepatan
modernisasi dan pengalihan teknologi di daerah tersebut. Dengan begitu dapat
terjadi peningkatan kesejahteraan.
Faktor –faktor terjadinya Migrasi
Berikut beberapa faktor-faktor pendorong terjadinya
migrasi di daerah asal :
- Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas barangbarang tertentu yang bahan bakunya makin sulit diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian.
- Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin.
- Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku di daerah asal.
- Tidak cocok lagi dengan adat, budaya dan kepercayaan di tempat asal.
- Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa mengembangkan karir pribadi.
- Bencana alam, baik banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.
Kebanyakan migrasi dilakukan guna mendapatkan
kesejahteraan yang lebih baik lagi dibanding daerah asal. Selain faktor
pendorong yang menyebabkan maraknya migrasi daerah tujuan juga mengambil bagian
yang penting sebagai salah satu faktor terjadinya migrasi. Berikut beberapa
faktor-faktor penarik yang mendorong terjadinya migrasi :
- Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cook.
- Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih baik
- Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi
- Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya : iklim, perumahan, sekolah, dan fasilitas-fasilitas kemasyarakatan lainnya.
- Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung
- Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang dari desa atau kota kecil.
Berdasarkan
penjelasan di atas diketahui bahwa faktor pendorong dan penarik merupakan
faktor utama yang menyebabkan migrasi. Rata-rata migrasi disebabkan oleh
keadaan ekonomi di daerah asal yang sangat tidak mendukung. Oleh sebab itu,
migrasi dijadikan harapan baru dalam meningkatkan kesejahteraan mereka.
Selain ada faktor pendorong dan penarik, ada juga faktor
penghambat yang menjadi kendala dalam kegiatan ini. Faktor-faktor penghambat
ini bisa berupa penolakan atas kedatangan orang lain di daerah mereka sampai
pada tahap melakukan isolasi terhadap daerahnya. Serta pikiran yang takut akan
pengambil alihan hasil sumber daya yang ada kepihak lain. Di masyarakat yang
tradisional sumber daya merupakan warisan dari nenek moyang mereka yang harus
di jaga dan di rawat dengan baik. Karena masih percaya akan kutukan dari nenek
moyang. Di tandai dengan masih adanya istilah tanah adat dalam suatu daerah
yang mesti dijaga. Bagi daerah yang seperti ini sangat sulit sekali adanya
orang asing masuk kedaerah tersebut.
Tetapi untuk saat ini, semua daerah bebas di masuki oleh
orang lain asalkan mereka tetap mengikuti tata aturan yang berlaku dikalangan
masyarakat. Keterbukaan ini telah membuat terjaadinya alih teknologi yang
dibawa pendatang kedaerah tersebut.
Alasan atau Penyebab terjadinya Migrasi
Alasan yang menyebabkan manusia / orang pelakukan
aktifitas migrasi :
- Alasan Politik / Politis
Kondisi perpolitikan suatu
daerah yang panas atau bergejolak akan membuat penduduk menjadi tidak betah
atau kerasan tinggal di wilayah tersebut.
- Alasan Sosial Kemasyarakatan
Adat-istiadat yang menjadi
pedoman kebiasaan suatu daerah dapat menyebabkan seseorang harus bermigrasi ke
tempat lain baik dengan paksaan maupun tidak. Seseorang yang dikucilkan dari
suatu pemukiman akan dengan terpaksa melakukan kegiatan migrasi.
- Alasan Agama atau Kepercayaan
Adanya tekanan atau paksaan
dari suatu ajaran agama untuk berpindah tempat dapat menyebabkan seseorang
melakukan migrasi.
- Alasan Ekonomi
Biasanya orang miskin atau
golongan bawah yang mencoba mencari peruntungan dengan melakukan migrasi ke kota.
Atau bisa juga kebalikan di mana orang yang kaya pergi ke daerah untuk
membangun atau berekspansi bisnis.
- Alasan lain
Contohnya seperti alasan
pendidikan, alasan tuntutan pekerjaan, alasan keluarga, alasan cinta, dan lain
sebagainya.
Jenis−jenis Migrasi dan Pola Perpindahan Penduduk
Secara umum migrasi dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu :
3.1
Migrasi internasional (migrasi antarnegara)
Migrasi internasional (migrasi antarnegara)
adalah perpindahan penduduk dari suatu Negara ke Negara lain. Migrasi internasional
meliputi imigrasi, emigrasi, dan remigrasi.
Ø
Imigrasi, yaitu masuknya penduduk dari
Negara lain ke suatu Negara dengan tujuan menetap.
Ø
Emigrasi, yaitu berpindahnya penduduk atau
keluarnya penduduk dari suatu Negara ke Negara lain dengan tujuan menetap.
Ø Remigrasi, yaitu
kembalinya penduduk dari suatu Negara ke Negara asalnya.
3.2 Migrasi
internal (migrasi nasional)
Migrasi internal (migrasi nasional) adalah perpindahan
penduduk yang masih berda dalam lingkup satu wilayah Negara. Perpindahan yang merupakan
migrasi internal antara lain sebagai berikut.
Berikut faktor-faktor penyebab urbanisasi.
-Faktor daya tarik desa ( contohnya : upah tenaga kerja
di kota lebih tinggi daripada desa, lapangan pekerjaan formal maupun informal
di kota lebih banyak daripada di desa, dan banyak hiburan dan fasilitas
kehidupan yang lain).
-Faktor daya dorong desa ( contohnya : Sempitnya lahan
pertanian di desa, sempitnya lapangan pekerjaan di luar sektor pertanian,
rendahnya upah tenaga kerja di desa, kurangnya fasilitas hburan dan kehidupan,
adanya kegiatan pertanian di desa yang bersifat musiman, dan adanya keinginan
penduduk untuk memperbaiki taraf hidup).
Ø
Transmigrasi, adalah perpindahan penduduk, yang
diprakarsai dan diselenggarakan pemerintah, dari daerah yang padat penduduknya
ke daerah yang belum padat penduduknya. Macam-macam transmigrasi.
-Transmigrasi
umum, yaitu transmigrasi yang
dibiayai oleh pemerintah mulai dari daerah
asal sampai ke daerah tujuan transmigrasi.
-Transmigrasi spontan, yaitu transmigrasi yang
dilakukan penduduk atas biaya, kesadaran, dan kemauan sendiri.
-Transmigrasi sektoral,yaitu transmigrasi yang
biayanya ditanggung bersama antar pemerintah daerah asal transmigran dengan
pemerintah daerah yang dituju.
-Transmigrasi khusus, yaitu transmigrasi dalam
rangka pembangunan proyek-proyek tertentu, seperti transmigrasi bedol desa dan
transmigrasi pramuka.
-Transmigrasi swakarsa, yaitu transmigrasi yang
seluruh pembiayaannya ditanggung oleh transmigran atau pihak lain (bukan
pemerintah).
Selain itu ada juga jenis migrasi yang didasarkan pada
sifatnya yaitu :
- Migrasi sirkuler atau migrasi musiman adalah migrasi yang terjadi jika seseorang berpindah tempat tetapi tidak bermaksud untuk menetap di tempat tujuan migrasi.
- Migrasi ulang-alik adalah orang berpindah setiap hari meninggalkan tempat tinggalnya pergi ke tempat lain untuk bekerja atau berdagang.
Jenis−jenis migrasi lainnya :
- Evakuasi, yaitu perpindahan penduduk karena gangguan bencana alam atau keamanan.
- Weekend, yaitu perginya orang-orang kota untuk mencari tempat berudara sejuk.
- Forensen, yaitu orang-orang yang tinggal di desa tetapi bekerja di kota, sehinggasetiap hari menglaju (pergi dan pulang).
- Turisme, yaitu orang-orangyang bepergian ke luar untuk mengunjungi tempat-tempat pariwisata di daerah/Negara yang dituju.
- Reuralisasi, yaitu kembalinya pelaku urbanisasi ke daerah pedesaan.
- Repatriasi, adalah kembalinya suatu warga negara dari negara asing yang pernah menjadi tempat tinggal menuju tanah asal kewarganegaraannya.
Seharusnya kegiatan ini dijadikan suatu hal yang dapat
mengurangi jumlah pengangguran yang ada, tetapi banyak juga kegiatan migrasi di
sertai juga dengan migran budaya. Sehingga kebudayaan di daerah migran menjadi
tergangu dengan adanya kebudayaan yang di bawa para imigran tersebut.
Kebudayaan yang positif dapat membawa daerah tersebut menjadi lebih modern dan high
technology, tetapi jika budaya itu mengarah pada hal-hal yang negatif maka
akan merusak daerah itu seperti penggunaan narkoba.
Dalam konteks yang lebih kontemporer, aktivitas migrasi
ini berkaitan langsung dengan kegiatan ekonomi dalam konteks pembangunan
ekonomi. Proses perubahan ini paling kurang meliputi lima aspek yang secara
langsung memiliki implikasi penting dalam proses pembangunan ekonomi :
- Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya kesempatan kerja antar negara.
- Meningkatnya apresiasi masyarakat antar negara dalam hubungan-hubungan sosial, budaya, dan ekonomi.
- Berkembangnya suatu hubungan yang baru.
- Munculnya kesepakatan-kesepakatan migran antar negara.
- Terjadinya peningkatan pendapatan sebagai implikasi langsung dari remiten dan besarnya volume migrasi kembali.
Kelima aspek ini dalam proses pembangunan, baik nasional
maupun internasional menjadi dasar alternatif dalam perumusan arah kebijakan
pembangunan yang mempertimbangkan posisi migran. Hal ini mengingat bahwa suatu
proses pembangunan merupakan suatu proses improvisasi kualitas seluruh sumber
daya yang ada yang ditujukan untuk peningkatan standar hidup manusia.
Migrasi antar negara ini merupakan suatu bentuk
manifestasi dari kebebasan melakukan pilihan ekonomi sebagai konsekuensi
leburnya sistem ekonomi lokal ke dalam sistem yang lebih global. Dengan
leburnya sistem ekonomi telah menciptakan bentuk-bentuk hubungan yang baru yang
lebih moderat dan terbuka. Tetapi tidak selamanya setiap orang senang dengan
istilah migrasi, ada sebagian orang yang tetap bertahan di daerah asal. Mereka
beranggapan bahwa migrasi dapat menghilangkan kebudayaan dan adat istiadat di
daerah mereka. Biasanya masyarakat yang masih memandang seperti ini adalah
mereka yang memiliki pola piker yang tradisional yang menekankan pada unsur
budaya.
Dampak Positif dan Negatif Migrasi serta Usaha Penanggulangannya
Dampak positif migrasi terhadap daerah yang ditinggalkan
- Berkurangnya jumlah penduduk sehingga mengurangi jumlah pengangguran.
- Meningkatnya kesejahteraan keluarga di desa, karena mendapat kiriman dari yang pergi, terutama dari yang sudah hidup kayak.
- “Seimbangnya” lapangan pekerjaan di desa dengan angkatan kerja yang tersisa, karena banyak orang yang meninggalkan desa.
Dampak negatif migrasi terhadap daerah yang ditinggalkan
- Berkurangnya tenaga kerja muda daerah.
- Kurang kuatnya stabilitas keamanan karena hanya tinggal penduduk tua.
- Semakin berkurangnya tenaga penggerak pembangunan di desa.
- Terbatasnya jumlah kaum intelektual di desa karena penduduk desa yang berhasil memperoleh pendidikan tinggi di kota pada umunya enggan kembali ke desa.
Dampak positif migrasi terhadap daerah yang dituju
- Jumlah tenaga kerja bertambah.
- Integrasi penduduk desa-kota semakin tampak.
Dampak negatif terhadap daerah yang dituju
- Semakin padat jumlah penduduknya.
- Banyak terdapat pemukiman kumuh.
- Lalu lintas jalan semakin padat.
- Lapangan kerja semakin berkurang sehingga banyak dijumpai pengangguran tuna wisma, tuna susila, dan tindak kejahatan.
- Terdapat kesenjangan ekonomi dalam kehidupan di masyarakat.
Usaha-usaha Pemerintah dalam
Menanggulangi Permasalahan Akibat Migrasi
Usaha-usaha untuk mengatasi permasalahan akibat migrasi
desa-kota antara lain sebagai berikut:
- Membuka lapangan kerja baru di desa melalui kegiatan padat karya.
- Membangun sarana dan prasarana baru di bidang transportasi antardesa.
- Melaksanakan pembangunan regional melalui pembangunan kota-kota satelit di sekitar kota tujuan utama, seperti Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor yang merupakan kota satelit Jakarta.
- Melaksanakan program pembangunan pedesaan dengan mengembangkan potensi desa sehingga penduduk desa tidak perlu lagi meniggalkan desanya untuk mencari pekerjaan.
- Mengadakan “politik kota tertutup”, yaitu larangan keras bagi penduduk yang tidak ber-KTP dan tidak mempunyai penghasilan tetap untuk menetap di kota yang dituju.
- Menggalakkan kegiatan industry kecil/industri rumah tangga di desa.
- Meningkatkan produktivitas pertanian dengan cara intensifikasi (sapta usaha tani) dan diversifikasi pertanian.
Kesimpulan :
Kesimpulannya migrasi adalah perpindahan
penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan melewati batas negara atau
batas administrasi dengan tujuan untuk menetap. Migrasi memiliki sejarah yang
begitu panjang dimulai dari pra colonial hingga sekarang. Determinan
migran yang paling utama adalah faktor ekonomi. Saya dapat mengatakan seperti
itu karena sebenarnya untuk mengurangi terjadi migrasi dapat kita lakukan
dengan memperbaiki masalah ekonomi, salah satunya pengangguran. Apabila pemerintah
setempat dapat memberikan lowongan pekerjaan sehingga penghasilannya bisa
memenuhi kebutuhan hidup penduduk, maka tidak perlu terjadi proses migrasi.
Ketidakpastian nasib pasca migrasi lah yang sebenarnya membuat perokonomian penduduk
menjadi merosot.
Dengan memperbaiki fasilitas dan system pendidikan di tempat
tinggal semula, dapat menahan migrasi penduduk. Sebenarnya migrasi tidak hanya
menimbulkan efek negative saja. Banyak efek positif yang bisa di dapat dari
proses migrasi, asalkan pemerintah bahu-membahu membangun daerah masing-masing
terutama di bidang perekonomian&pendidikan sehingga dapat dipastikan pasca
migrasi nasib para penduduk terjamin, bukannya semakin memburuk.
Sumber :
0 Comments:
Posting Komentar